Selasa, 07 Juni 2011

CIRI – CIRI PERUBAHAN TINGKAH LAKU SEBAGAI HASIL PEMBELAJARAN


 Pengantar: Dalam keseluruhan poses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang utama.

Pendidikan dan pembelajaran adalah changes of behavior. Ketika proses pembelajaran telah dilaksanakan untuk hal-hal tertentu, maka pencapaian yang terbaik adalah perubahan perilaku peserta didik menjadi pribadi yang positif. Pembelajaran bukan menuju demagogi (perubahan ke arah kondisi negatif), tetapi merupakan pedagogi dan andragogi.

Ciri perubahan tingkah laku sebagai hasil pembelajaran, yaitu:
1)Perubahan tingkah laku interaksi sosial, misalnya seorang anak kecil yang tadinya sebelum memasuki sekolah bertingkah manja, cengeng, egois, dan sebagainya, tetapi setelah beberapa bulan masuk sekolah dasar, perilakunya berubah menjadi anak yang baik, tidak lagi cengeng dan sudah mau bergaul dengan teman-temannya.

Seorang pelajar SMA kelas X (kelas I) sebelumnya sering meninggalkan rumah dan tidur di tempat temannya, sering berkelahi, malas sekolah, dan sebagainya, tetapi setelah pindah sekolah ke kota lain, tingkah lakunya berubah menjadi sebaliknya. Hal ini karena anak tersebut telah belajar dari sekolah dan lingkungannya yang baru.

Dari contoh tersebut, dapat dipahami bahwa perubahan yang timbul adalah bersifat positif. Tujuan yang diinginkan dalam belajar adalah hasil yang positif. Ada juga yang hasilnya bersifat negatif (buruk), misalnya karena bergaul dengan anak-anak nakal, selalu melihat perjudian, sering menonton film porno, maka anak pun menjadi nakal dan jahat. Anak tersebut telah belajar dari hal-hal negatif dan kondisi yang buruk.

2)Perubahan kebiasaan. Belajar yang berhasil dapat mengubah kebiasaan, dari yang buruk menjadi baik, seperti merokok, minum-minuman keras, keluyuran bangun terlambat, dan sebagainya. Kebiasaan buruk tersebut harus diubah menjadi yang baik. Kebiasaan buruk akan menghambat jalan menuju kebahagiaan tetapi sebaliknya adalah sebagai pelicin jalan menuju kemelaratan, dan itu jangan diteruskan karena bisa “mendarahdaging”. Cara menghilangkannya ialah belajar melatih diri menjauhkan kebiasaan buruk dengan meneguhkan keyakinan dan tekad bukat harus berhasil.

3)Pengembangan dan peningkatan keterampilan. Dengan belajar dapat menambah dan mengubah keterampilan, misalnya olahraga, kesenian, jasa, teknik, pertanian, perikanan, pelajaran, dan sebagainya. Seseorang yang terampil main bulu tangkis, bola, tinju maupun cabang olahraga lainnya adalah berkat belajar, bakat, dan latihan yang sunguh-sungguh. Demikian pula halnya dengan keterampilan bermain barang kerajinan dan sebagainya semuanya perlu usaha dengan belajar yag serius, rajin, dan tekun. Pengembangan keterampilan ini dapat dengan jelas kita lihat pada hasil belajar pada anak-anak sekolah kejuruan (vokasional) dan teknik.

4)Peningkatan pengetahuan. Belajar bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu, misalnya tidak bisa membaca, menulis, berhitung, berbahasa inggris menjadi bisa semuanya. Dari tidak mengetahui keadaan di kutub utara menjadi mengetahui dan sebagainya. Ilmu pengetahuan terus berkembang dan dinamis. Karena itu setiap orang, besar , kecil, tua, muda diharuskan belajar terus agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju.


Lebih tegas lagi, perubahan perilaku tersebut dapat klasifikasikan oleh Benjamin Bloom, cs. dalam bukunya Taxonomy of Educational Objectives (1956) ke dalam 3 ranah utama, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Perilaku pada kawasan kognitif adalah perilaku yang merupakan hasil proses berpikir. Dalam bahasa sederhanya adalah perilaku hasil kerja otak. Bloom, misalnya membagi kawasan kognitif menjadi enam tingkatan: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam tingkatan tersebut secra berturut-turut merupakan tingkatan perilaku kognitif dari yang paling rendah atau sederhana sampai ke yang paling tinggi atau kompleks. Menyebutkan definisi ekonomi, membedakan fungsi meja dan kursi, membuat gambar sketsa bangunan dengan jangka dan busur, menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus.

Perilaku kawasan psikomotorik adalah perilaku yang dimunculkan oleh hasil belajar fungsi tubuh manusia. Ia berbentuk gerakan tubuh. Berlari, melompat, berputar, memukul, dan menendang adalah perilaku psikomotorik. Perilaku kawasan psikomotorik ini, oleh Bloom dibagi menjadi lima tingkat, yaitu menirukan gerak, memanipulasikan kata-kata menjadi gerak, melakukan gerak dengan tepat, merangkaikan berbagai gerak, dan melakukan gerak dengan gerak wajar dan efisien.

Perilaku afektif dimunculkan seseorang sebagai pertanda kecenderungannya untuk membuat pilihan atau keputusan untuk beraksi di dalam lingkungan tertentu. Mengganggukkan kepala yang ditafsirkan sebagai tanda setuju, meloncat dengan muka berseri-seri sebagai tanda kegirangan dan pergi ke masjid atau ke gereja sebagia tanda beriman kepada Tuhan adalah contoh perilaku dalam kawasan afektif. Bloom membagi kawasan ini menjadi lima tingkatan kemampuan, yaitu: menerima nilai, membuat respon terhadap nilai, menghargai nilai-nilai yang ada, mengorganisasikan nilai, dan mengamalkan nilai secara konsisten atau karakterisasi.

Sebenarnya sikap itu tidak tampak oleh mata, sebab sikap baru merupakan kecenderungan berperilaku. Ia berada “di dalam hati”. Tetapi, siapa yang dapat membaca isi hati orang lain kalau sikap itu tidak dimunculkan berupa kata-kata, gerakan badan atau kombinasi keduanya? Dengan perkataan lain, seseorang menafsirkan sikap orang lain dengan melihat perilakunya atau gejala yang ditimbulkannya. Penafsiran seperti ini sangat sulit. Kunci utamanya terletak kepada bagaimana cara menafsirkan perilaku tertentu sebagai sikap tertentu pula. Prinsip menfasirkan perilaku atau gejala untuk menyatakan sikap orang sering kali masih diperdebatkan karena kehawatiran terjadinya salah tafsir. Bagaimana dengan orang yang berperilaku pura-pura seperti menangis padahal ia sebenarnya gembira? Orang harus berhati-hati dan sangat cermat dalam menafsirkan sikap orang lain dari perilakunya. Tetapi, berlainan halnya dengan penafsiran terhadap kemampuan berpikir orang dengan melihat gejalanya alam menjawab tes atau penafsiran kemampuan psikomotorik orang dengan melihat hasil gerakannya.

Jadi, dalam hal ini sangat penting untuk menentukan metode dan instrumen yang digunakan untuk menilai pencapaian hasil belajar seseorang, baik dalam kawasan kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

2 komentar: