Jumat, 01 Juli 2011

Trauma Anak Pascabencana Merapi


Belum sempat berbenah akibat awan panas, tetapi segera disusul banjir lahar dingin. Pemandangan yang menyedihkan seperti itu tampak di kawasan lereng Gunung Merapi hingga saat ini. Jika diamati di permukaan, memang sudah ada kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang mulai menggeliat. Ekonomi desa juga pelan-pelan mulai bergerak, dan lalu lintas barang dan jasa bergerak pulih. Pemandangan seperti itu tentu sangat menggembirakan.
Tetapi, apa yang terjadi di permukaan, sangat berbeda dengan yang di bawah permukaan. Kehilangan tempat tinggal yang sudah bertahun-tahun ditempati tentu bukan hal yang mudah dilupakan. Kehilangan ternak yang sudah lama dipelihara tentu bukan hal mudah tidak diingat. Apalagi harus kehilangan sanak saudara yang menjadikan hidup sulit untuk bergembira lagi. Banyak yang masih trauma dengan tatapan kosong di setiap harinya.
Mereka yang telah berumur dan bisa mencerna peristiwa bencana dengan kacamata logika dan spiritual barangkali sudah sampai pada kesimpulan, itulah memang takdir Tuhan. Apa yang menurut Tuhan harus berlangsung, maka terjadilah. Tetapi, tentu tidak semua bisa memahami bencana semudah kita melihat. Mereka mengalami peristiwa yang barangkali hanya sekali seumur hidup, tetapi benar-benar menimbulkan syok luar biasa.
Belum lagi jika dilihat betapa dahsyat dampak yang ditimbulkan bencana pada anak-anak. Sesaat dalam pengungsian mungkin mereka masih bergembira karena banyak teman. Tetapi, ketika kembali ke rumah yang sudah porak poranda, dan tidak lagi ada tempat bermain seperti sebelumnya, hampir dipastikan mereka mengalami guncangan. Wajah-wajah memelas tampak sekali di guratnya, dan amat berbahaya manakala dibiarkan berlangsung lama.
Para penghuni kampung lereng Merapi tentu tidak semakmur seperti kala sebelum bencana. Dulu, ada aneka buah-buahan, termasuk salak. Ada aneka sayuran yang menghidupi mereka. Kini, semua sudah pergi. Sebaliknya muncul hamparan pasir yang tentu sangat sulit untuk ditanami. Mungkin saja pasir bisa dijual, tetapi harganya juga sangat rendah karena persediaan berlimpah. Lebih dari itu, anak-anak tidak lagi memiliki ruang bermain yang memadai.
Kita mengimbau agar pemerintah, ahli bencana, dan juga kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memperhatikan masalah-masalah psikologi anak pasca bencana ini. Hampir pasti, anak-anak mengalami trauma yang tidak langsung terlihat dampaknya sekarang ini. Jika kemurungan berlangsung dalam kurun waktu panjang, maka tentu sangat berbahaya. Mereka bisa kehilangan momentum tumbuh secara normal akibat mengalami trauma berkepanjangan.

Trauma yang menyelemuti anak – anak merapi


Bukan hanya letusan dan luncuran wedus gembel yang menjadi momok para korban dari gunung merapi, melainkan trauma akan letusannya yang kini menjadi sesuatu yang menakutkan bagi para korban merapi.
Bertambahnya korban yang tewas, bukan karena asap abu vulkanik ataupun tertimbun awan panas atau dengan kata lain  bukan hanya fisik saja yang menyebabkan mereka meninggal namun keadaan psikis yang menjadi salah satu penyebab mereka meninggal yang sebelumnya diikuti penyakit yang mematikan seperti stroke, hipertensi, ataupun serangan jantung yang terjadi secara mendadak.
Masalah psikologis inilah yang harus diperhatikan oleh semua kalangan masyarakat. Yang ternyata penanganan kesehatan mental tidak kalah penting dengan penanganan fisik. Kesehatan mental ini yang mengancam seluruh korban merapi dari yang tua sampai anak – anak. Oleh karena itu hal yang paling tepat adalah memberi terapi untuk anak. Kurang lebih 3076 anak dari 6 kecamatan yaitu kecamatan srumbung, kecamatan muntilan, kecamatan sawangan, salam, mungkid dan dukun yang ada di pengungsian mengalami trauma. Namun hanya 1200 yang baru menjalani terapi atau layanan bimbingan psikologi. Hal ini karena jumlah anak yang ditangani lebih banyak dari jumlah petugas yang menangani. Penanganan yang lambat akan berpengaruh pada kondisi mental anak – anak yang membuat mereka terancam menjadi pemurung, tertutup, minder, memiliki rasa takut yang berlebihan bahkan akan dapat mengganggu kecerdasan.
Anak – anak adalah generasi massa depan, jika meraka mengalami trauma berkepanjangan maka bagaimana dengan massa depan mereka. karakter anak yang masih polos, lugu, dan yang mempunyai daya ingat yang baik yang akan membuat lama penyembuhan trauma. Contoh betapa berpengaruhnya bencana merapi pada kondisi psikologis anak –anak. Pada latihan menggambar yang diberikan pada 107 anak di pengungsian di desa tanjung kecamatan muntilan 90% diantaranya mereka menggambar gunung meletus. Ini merupakan pengalaman traumatis bagi massa kecil mereka. Apalagi anak pra sekolah ( 4 – 5 tahun ) merupakan masa emas ( golden age). Karena  neuoran otaknya sedang mengalami perkembangan. Jika saat ini anak mengalami trauma maka meraka akan lebih suka melamun, mudah tersinggung, emosional yang akhirnya akan mempengaruhi tingkah laku dan perkataan mereka. Bahkan mereka cenderung merasa takut pada hal – hal yang kecil yang berhubungan dengan meletusnya merapi. Contohnya pada anak yang berasal dari boyolali. Setiap kali dia melihat masker maka yang terpikir di benaknya  adalah siap – siap mengungsi. Dan anak lainnya yang berasal dari cangkriman, sleman Yogyakarta. Saat dia mendengar gemuruh atau raungan sirine ambulans, anak itu akan merasa panik. karena itulah anak sangat rentan mengalami trauma psikis. Trauma jenis ini dikatakan sebagai post traumatic stress disorder ( PTSD ) yaitu rekaman yang menakutkan tentang pengalaman terjadinya bencana alam yang terus – menerus di benak para korban. Biasanya bentuknya berupa khayalan, mimpi, halusinasi dan flash back ( kilas balik ).
Untuk mengatasi stress atau trauma dengan cara melakukan latihan pernafasan dan teknik katarsis. Sehingga mereka dapat merasakan kelegaan dan kebahagiaan yang bersumber dari dalam diri. Tetapi cara yang lebih ampuh untuk mengurangi trauma pada anak yaitu dengan mengajak mereka dengan bernyanyi, menari, bermain atau berwisata sejenak untuk berekreasi mengenal sejarah dan tentunya teknik ini harus dengan kesabaran meskipun awalnya begitu sulit. Tetapi dengan teknik tersebut anak akan berani untuk mengekspresikan dirinya lagi.
Kata orang bijak ada hikmah dibalik sebuah musibah. Ada pelajaran dibalik sebuah cobaan. Dengan meletusnya gunung merapi, ternyata seluruh kelompok masyarakat gotong royong, bahu membahu mencoba meringankan sedikit penderitaan para korban. Mereka bersatu untuk menolong tanpa pandang bulu.
Akhirnya anak adalah masa depan bangsa. Maka kita harus bisa member kesejukan dan kedamaian dalam hidup mereka agar trauma yang ada sedikit berkurang. Jangan smpai bencana alam merenggut keceriaan para tunas bangsa.

Jenis-jenis Bakat dan Kepandaian special needs


Jenis-jenis Bakat dan Kepandaian

1.Kinetik Fisik (Bodily Kinesthic)
Bakat dalam menggunakan badan untuk memecahkan masalah dan mengekspresikan ide serta perasaan. Ciri-cirinya: Menonjolkah ia dalam olahraga tertentu? Apakah ia tidak bisa duduk diam untuk waktu yang lama? Pandaikah ia menirukan gerakan badan atau wajah orang lain? Tangkaskah ia dalam kegiatan yang membutuhkan ketrampilan tangan, seperti origami (melipat kertas gaya jepang), membuat pesawat dari kerta, melukis, bermain dengan tanah liat, atau merajut? Apakah ia dapat menggunakan badannya dengan baik untuk mengekspresikan dirinya?

2.Bahasa (Linguistic)
Bakat untuk menggunakan kata-kata, baik oral maupun verbal, secara efektif. Beberapa pertanyaan yang bisa membantu menetukan apakah anak berbakat di bidang ini atau tidak. Apakah ia bisa menulis lebih baik dari anak seusianya? Sukakah ia bercerita atau membuat lelucon? Sukakah ia membaca buku? Apakah ia bisa mengeja lebih baik dari anak seusianya? Apakah ia dapat mengkomunikasikan pikiran, perasaan dan idenya secara baik?

3.Logika dan Matematis (Logical-Mathematical)
Bakat untuk mengerti dan menggunakan angka secara efektif, termasuk mempunyai kemampuan kuat untuk mengerti logika. Ciri-cirinya: Apakah ia tak hentinya ingin tahu bagaimana alam dan benda-benda bekerja? Apakah ia suka bermain dengan angka? Sukakah ia akan pelajaran matematika di sekolah? Sukakah ia bermain dengan permainan asah otak seperti catur? Sukakah ia mengelompokkan benda-benda?

4.Musikalitas (Musical)
Bakat untuk memahami musik melalui berbagai cara. Dibawah ini adalah beberapa pertanyaan yang membantu untuk menentukan apakah anak menunjukkan bakat musik yang menonjol: Pandaikah ia dalam menghafal lagu dan menyanyikannya? Dapatkah ia bermain alat musik? Sensitifkah ia terhadap suara-suara di sekitarnya? Apakah ia suka bersiul atau menggumam lagu?

5.Pemahaman Alam (Naturalist Intelligence)
Mengenali dan menggolongkan dunia tumbuhan dan binatang, termasuk dalam memahami fenomena alam. Ciri-cirinya: Sukakah ia berceloteh mengenai binatang kesayangannya atau tempat-tempat yang disukainya? Sukakah ia bermain di air? Apakah ia suka ke kebun binatang, taman safari atau kebun raya? Apakah ia bermain dengan binatang peliharaannya? Apakah ia suka mengoleksi kumbang, bunga, daun atau benda-benda alam lainnya?